Postingan

Rasa..

Ingin kembali ke Jogja meletakan keluh rindu dan merebah di pundak mu memandang serta wajah lebar mu rasa ini tak berdusta dan fikir ku pun kalut Di rimba raya Tuhan mempertemukan kita langit biru dan rekahan bunga cempaka menjadi saksi itu dan rasa ini sungguh tak berdusta Hendak ku titipkan rindu pada elang terbang membawakan sebait cerita rindu pada mu namun rasa kian bimbang dan elang pun lepas melayang.. Rasa bergejolak fikir mengajak serta jiwa untuk bersegera ke Jogja bukan alasan untuk pulang ke tanah kelahiran namun melepas rasa pada mu Oh sang bayu.. bawa serta hatinya pada ku malam ini satukan rasa itu di keheningan sinar purnama sebelum langkah ku ke tanah pembayun..

Aku Seorang TKW

"Mar..potok-no aku nyang kene, ko sek tak ndandani rambut ku, ayo mbak sri poto bareng aku", obrolan dengan bahasa jawa itu tak sengaja ku dengar saat 4 orang wanita duduk di depan ku dengan penampilan yang begitu modis dan wajah ber-meke-up, saat kami berada dalam satu ruangan tunggu yang sama disalah satu bandara internasional di negeri ini, kemarin. Di sisi samping kiri ku duduk dua orang, pria dan wanita yang memperhatikan empat wanita tersebut. Si pria berbisik kepada teman wanitanya "Itu rombongan TKW yang baru pulang sepertinya, coba lihat dandanannya heheh" ucap si pria yang mengenakan kaos putih bergambar logo sebuah perguruan tinggi negeri terkemuka di Jawa yang bertuliskan Megister Manajemen Pendidikan Tinggi, meskipun pelan tapi masih terdengar juga bisikan itu ditelinga ku. Entah itu merupakan bisikan sebuah penilaian negatif atau yang lainnya.  " Aku yo arep poto bareng, yo wong papat, pake kamera henpon iki wae, apik hasile, njaluk tulong ...

Jiwa di Tepian

Nyiur mengoyang dedaunan runtuh satu, sepuluh, seratus gugur.. tersapu bayu, tertutup debu.. terbawa ombak, mengarung jauh, jauh, jauh hingga ke tengah biru lepas Tak ada sunyi.. deburan, hempasan, dan nyanyian camar membuat riuh tak ada sepi... hatiku pun tiada merana.. jiwa ku ditemani bayu, jiwaku disapa debu, jiwaku dihampiri ombak, camar pun melambaikan sayapnya Bila pun sunyi.. jiwa ini tak akan turut serta mengarung tak akan jauh mengikuti camar Biar pun sunyi, jiwa ini tetap kokoh kokoh tegak berdiri bak cemara membiarkan cabang tumbuh, membiarkan akar mengikat kuat buana membiarkan daun merindang Tak ada sunyi dalam hati ini, tak pula sepi di jiwa ini tak ada, sungguh tak ada meski jiwaku di tepian..

Menjadi Peti Besi

"Hidup itu hanya sekali, maka nikmatilah senikmat mungkin kamu merasakannya" kata teman ku dalam sebuah penutup diskusi surel. Satu tuhun ini memang kurasakan kesibukan kerja selalu saja menyita waktu ku, sabtu dan minggu yang seharusnya dinikmati untuk beristirahat, tidur seharian atau sekedar joging dan bersepeda-pun tak ku rasakan. Jadi memang belum bisa aku menikmati hidup ini dengan hal kecil dan sederhana. Kerja-kerja-kerja, bagaimana caranya untuk memposisikan bahwa "hidup untuk kerja, kerja untuk hidup" dan bagaimana menikmati kerjamu dengan cara yang sederhana. Jangan posisikan diri seperti sebuah peti besi, diisi dengan semua hal, dibawa kesana kemari tak kenal waktu, meski hujan, panas, siang, malam, dan diisi lagi pada saat peti itu kosong. Kalau seperti itu sipeti-pu akan kusut dan bahkan penyok. Cukup mahal untuk bisa menghaluskan peti dan membtuk si peti menjadi bagus lagi. Dan belum tentu pula si pemakai peti itu peduli untuk merawat.

Bercumbu Kata

Berfokus... Konsentrasi.. Merasional.. Mengimajinasi.. Bait-bait terangkai... Kata, kata terjejer.. Kau pilih mana? Bercumbu kata manis yang imajinatif.. Bercumbu kata logis yang rasionalis.. Hari hari sunyi... Waktu waktu riuh.. Semua yang terjadi... Bercumbu kata.. Akan menyimpan semua bait-bait Pada secarik atau ratusan carik.. Bila selalu bercumbu kata

Kunyuk Parlemen

Hai Bung... Engkau yang berdasi, parlente bersafari Dengan arloji kemerlap, Alas kaki yang mengkilap Bersuara, berbicara bak cendikia Beropini, bercuap-cuap sok cakap Hai Bung... Duduk nyaman kau di kursi kuda-kuda Dingin ruangan dan harum horden di parlemen Bergelimang angka-angka komisi... Bertumpuk amplop-amplop tebal... Hai Bung... Apa yang kau perbuat disana... Tak seirama dengan janji-janji mu pada para jelata... Hai Bung.. Tak salah kami ucap kau kunyuk parlemen... Dan memang pantas kau bernama kunyuk parlemen...

Gila gila Jalanan..

Kusam setubuh itu.. Tertutup helai-helai kain rombeng.. Bau-bau menyatu... Dia merdeka untuk hatinya.. Dia bebas dari antah brantah.. Dia leluasa dengan pikirnya.. Dia tidak gila, tapi waras untuknya.. Dia tidak kalah oleh emosinya.. Dia pilih dari  akhir persoalan... Gila gila jalanan... Deru hujan pembersih peluhnya.. Panas terik selimut tubuhnya.. Debu angin lulurannya.. Gila gila jalanan... Terus berjalan, menyusur tak lelah.. Berbincang dengan kesunyian.. Memulung sampah-sampah jalanan... Gila gila jalanan... Terasing dari gemerlap.. Tersingkir dari keramaian.. Terpinggir, terkucil, di jalanan