Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2013

Jiwa di Tepian

Nyiur mengoyang dedaunan runtuh satu, sepuluh, seratus gugur.. tersapu bayu, tertutup debu.. terbawa ombak, mengarung jauh, jauh, jauh hingga ke tengah biru lepas Tak ada sunyi.. deburan, hempasan, dan nyanyian camar membuat riuh tak ada sepi... hatiku pun tiada merana.. jiwa ku ditemani bayu, jiwaku disapa debu, jiwaku dihampiri ombak, camar pun melambaikan sayapnya Bila pun sunyi.. jiwa ini tak akan turut serta mengarung tak akan jauh mengikuti camar Biar pun sunyi, jiwa ini tetap kokoh kokoh tegak berdiri bak cemara membiarkan cabang tumbuh, membiarkan akar mengikat kuat buana membiarkan daun merindang Tak ada sunyi dalam hati ini, tak pula sepi di jiwa ini tak ada, sungguh tak ada meski jiwaku di tepian..

Menjadi Peti Besi

"Hidup itu hanya sekali, maka nikmatilah senikmat mungkin kamu merasakannya" kata teman ku dalam sebuah penutup diskusi surel. Satu tuhun ini memang kurasakan kesibukan kerja selalu saja menyita waktu ku, sabtu dan minggu yang seharusnya dinikmati untuk beristirahat, tidur seharian atau sekedar joging dan bersepeda-pun tak ku rasakan. Jadi memang belum bisa aku menikmati hidup ini dengan hal kecil dan sederhana. Kerja-kerja-kerja, bagaimana caranya untuk memposisikan bahwa "hidup untuk kerja, kerja untuk hidup" dan bagaimana menikmati kerjamu dengan cara yang sederhana. Jangan posisikan diri seperti sebuah peti besi, diisi dengan semua hal, dibawa kesana kemari tak kenal waktu, meski hujan, panas, siang, malam, dan diisi lagi pada saat peti itu kosong. Kalau seperti itu sipeti-pu akan kusut dan bahkan penyok. Cukup mahal untuk bisa menghaluskan peti dan membtuk si peti menjadi bagus lagi. Dan belum tentu pula si pemakai peti itu peduli untuk merawat.